EKONOMI BIRU MENJADI ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

EKONOMI BIRU MENJADI ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan berkonsentrasi dengan menata kembali pola pembangunan kelautan dan perikanan dengan mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan yang lebih menekankan pada “Ekonomi Biru (Blue Economy”).  Konsep ini bertujuan untuk memberikan keuntungan yang berkelanjutan, disamping meningkatkan kesejahteraan kepada perusahaan nasional. Ekonomi biru juga menggambarkan sebagai langkah nyata pemerintah menuju pilar pembangunan yang berkelanjutan. Untuk itu, perlu melibatkan inovasi dalam melakukan bisnis pengembangan sumber daya laut Indonesia. Disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gellwynn Jusuf dalam sidang pembukaan ASEAN Sectoral Working Group on Fisheries (ASWGi) ke-20 di Yogjakarta,  Rabu(6/6).

Dikatakan Gellwynn,  ekonomi biru dapat dilihat sebagai tindakan yang bertumpu pada pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan nasional secara keseluruhan. Pendekatan pembangunan berbasis ekonomi biru akan bersinergi dengan pelaksanaan triple track strategy, yaitu program pro- poor (pengentasan kemiskinan),  pro-growth (pertumbuhan), pro-job (penyerapan tenaga kerja) dan pro-environtment (melestarikan lingkungan). Terminologi ekonomi biru telah diangkat dalam berbagai kerjasama internasional, seperti pada pertemuan tingkat Senior Officials Meeting (SOM) for the Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).

Saat ini, sektor perikanan telah memainkan peran penting dalam memberikan kontribusi bagi perkembangan dan arah masa depan kerjasama ASEAN, khususnya dalam mempersempit kesenjangan pembangunan, mengurangi kemiskinan dan mencapai Millenium Development Goals (MDGs). Perkembangan ini dapat menjadi dasar penting dalam realisasi Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015, terutama melalui integrasi ekonomi regional dalam agroindustri dan perikanan, Keamanan Pangan Terpadu (AIFS), serta Rencana Strategis tentang Keamanan Pangan di Wilayah ASEAN (SPA-FS) 2006-2013.

Jika ditilik,  sektor perikanan dalam kawasan regional telah berkembang pesat kendati memiliki peluang dan tantangan. Apalagi hal ini dibarengi dengan tingginya permintaan yang terus tumbuh secara cepat untuk komoditi perikanan dikarenakan lonjakan pertumbuhan penduduk. Sektor perikanan dapat memainkan peran penting dalam memenuhi tuntutan baru. Namun di sisi lain, sektor ini juga mengalami tantangan besar dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, Sekjen menekankan pentingnya sentralitas ASEAN di dalam kerangka kerja sama regional. ASEAN memiliki komitmen untuk saling memperkokoh pondasi iklim perdagangan dan investasi yang membuka peluang lebih luas bagi aktivitas ekonomi intra-ASEAN. “Hal ini membuat ASEAN memiliki daya tarik tersendiri bagi negara-negara mitra,” tutur Gellwynn.

Terkait hal itu, Gellwynn menekankan pentingnya kerjasama antar negara, seperti ASWGFi, sehingga diharapkan dapat mengambil langkah strategis mengenai isu-isu kunci on-board yang dihadapi sektor ini. Termasuk mengidentifikasi cara-cara inovatif untuk mempercepat hasil penelitian perikanan dan irit biaya, mempromosikan perdagangan ikan antar dan intra-daerah, serta membantu menyelaraskan kebijakan dan strategi yang diperlukan untuk menjamin pembangunan berkelanjutan.

Selain itu,  isu-isu yang dibahas dalam pertemuan tersebut meliputi, rencana kerja untuk memperkuat pengembangan dan pengelolaan perikanan, pemberantasan Illegal-Unreported-Unregulated (IUU) fishing, penguatan ketahanan pangan melalui intervensi perikanan, mempromosikan produksi pangan yang berkelanjutan melalui teknologi perikanan yang berkelanjutan dan dampak perubahan iklim terhadap perikanan dan akuakultur. 

Sebagai langkah nyata, KKP telah melaksanakan pelatihan “Regional Training Course for Capacity Building in Laboratory Diagnosis and Surveilance for IMNV in ASEAN Member Countries” bagi 12 negara anggota ASEAN pada 17 Oktober 2011 lalu di Serang. Pelatihan tersebut telah diikuti sebanyak 12 orang peserta perwakilan negara dari ASEAN, 2 orang pelatih (trainer), serta 1 orang staf ahli dari Indonesia. Negara-negara ASEAN yang mengikuti pelatihan tersebut meliputi Brunei, Kamboja, Laos, Vietnam, Indonesia, Myanmar, Filipina, Singapura, Indonesia dengan sumber pendanaan dari FAO Regional Asia Pacific.  Terkait pengendalian penggunaan bahan kimia dan obat-obatan pada produk akuakultur asal Indonesia  sudah sejalan dan sesuai dengan standar yang diberlakukan Uni Eropa. “Produk akuakultur Indonesia telah menjadi sebuah kebijakan nasional (National Residue Control Plan) yang tentunya sesuai dengan standar Uni Eropa,” jelas gellwynn.

Indonesia telah mengharmonisasikan standar Good Aquaculture Practice National dengan standar Internasional yang tidak hanya dilihat dari aspek keamanan pangan tetapi juga memperhatikan aspek lainnya seperti aspek lingkungan, sosial dan kesejahteraan hewan dengan rujukan FAO dan ASEAN Shrimp Alliance (ASA). Disamping itu, pertemuan di tingkat ASEAN juga membahas perubahan iklim dan dampaknya terhadap perikanan berkelanjutan dan budidaya serta adaptasi dan mitigasi terhadap ketahanan pangan dalam mendukung perikanan dalam memberikan kontribusi untuk ASEAN Integrated Food Security (AIFS). Rencananya hasil pertemuan itu akan diserahkan ke Amerika Serikat, sebagai bahan informasi dan diskusi.

Dijelaskan Gellwynn,  untuk memperkuat keamanan dan sistem jaminan kualitas atas produk perikanan dapat dicapai melalui, kolaborasi kemitraan sehingga sektor perikanan dapat diarahkan dan dikembangkan bagi kepentingan masyarakat di ASEAN. Disamping itu, KKP tetap berkomitmen untuk memerangi maraknya IUU Fishing yakni, dengan meningkatkan kinerja operasional pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Komitmen ini diwujudkan melalui pembenahan dan penguatan  kelembagaan pengawasan di lokasi industrialisasi perikanan dan di daerah dengan tingkat kerawanan dan pelanggaran perikanan yang terbilang cukup tinggi. Hasilnya, pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan yang terus gencar dilaksanakan KKP berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara sebanyak Rp 912 miliar dalam setahun (data Balitbang-KP tahun 2010). Belum lagi potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh dari kapal-kapal pelaku illegal fishing serta barang bukti ikan yang berhasil dirampas untuk negara.

Kegiatan ASEAN Sectoral Working Group on Fisheries (ASWGi) sedianya akan dilaksanakan pada tanggal 4 hingga 8 Juni 2012.  Kegiatan yang dihadiri 8 negara anggota ASEAN ini selama lima hari diyakini mampu menghasilkan rumusan dalam meningkatan peran ASEAN dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan di kawasannya, disamping meningkatkan perannya dalam percaturan pembangunan perikanan di tataran global.

Jakarta, 6 Juni  2012
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi - Indra Sakti, S.E, M.M

Narasumber :
  1. Dr. Gellwynn Jusuf
    Sekretaris Jenderal KKP (HP. 0816768499)
  2. Indra Sakti, SE, MM
    Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (HP.0818159705).

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites